Jumat, 12 November 2010

Memaknai yang Ingin Disampaikan

Logika dalam imajinasi penulis

Tenggelam menyusuri cerita yang di setting dalam negeri para suku nomaden yang haus kekuasaan, kehormatan dan kekayaan, yang karena haus dunia nya mengubah mereka menjadi bangsa yang membangun sejarahnya sendiri dengan goresan darah dalam setiap hunusan pedang.
Rasa penasaran akan fakta sejarah dan fiksi yang tersusun indah, sampailah pada kebuntuan logika. Memang tidak setiap epos yang tersaji mesti meruntut pada sejarah, pelajaran terpenting adalah memaknai pesan penulis yang disampaikan.

"Memaknai pesan penulis yang ingin disampaikan"


Manusia yang dilengkapi dengan kemampuan berpikir, sunnatullah antara satu dengan yang lain memiliki ketidaksamaan dalam menafsirkan bentuk kata yang tersirat.

Dalam penafsiran suatu kalimat keilmuan seseorang tentulah sangat berpengaruh. Pernah dalam training yang audience nya sudah bertitle supervisor keatas, pengaruh bahasa tulisan dan penyampaian benar-benar membuat kacau peserta yang dengan bahasa tersendiri "tak bisa menangkap esensinya" dan dengan teguran amat sangat pelan mereka menyadarkanku bahwa menjadi "seorang yang tepat di tempat yang tepat" tak mudah ternyata.

Begitupun ketika ada teman yang mencoba bercerita tentang kesalahpahaman yang diakibatkan tulisan yang sebenarnya jauh dari apa yang disebut manfaat. Tapi tentulah meskipun jauh dari manfaat, setidaknya kita dapat mengambil pelajaran, bahwa tidak hanya diperlukan kepiawaian dalam pemaknaan tetapi diperlukan kearifan dalam memaknai kejadian.


Pernahkah anda berkunjung ke forum-forum yang tersebar di internet, atau diskusi-diskusi yang kesemuanya terkadang hanya mengandalkan keilmuan yang tinggi tetapi tidak diikuti akhlak yang baik, sehingga yang terlihat adalah adu kata untuk menjatuhkan yang kontra atas pendapatnya. debat kusir, yang tak menyentuh esensinya.

tak sedikit perpecahan terjadi karena kesalahpahaman dan ketidak nyambungan antara pesan yang ingin disampiakn dengan makna yang diambil, sehingga timbulah prasangka yang berahir dengan perpecahan.

Bahkan tidak jarang niat baik yang ingin kita tuang dalam, hanya berakhir dengan sia-sia, tatkala diterima dengan sikap yang jauh dari kearifan, jauh dari kebaikan prasangka. Terbuang sia-sia menjadi seonggok sampah kata-kata yang bisa delete dengan sekali tekan, tapi takkan terdelete dalam memori kita.

Tahukah kita bahwa nanti hati yang pernah terlukai dengan kata-kata kita akan meminta keadilan kepada Rabb-Nya? budayakanlah tabayyun untuk mengetahui persoalan sebenarnya, karena akal kita lemah, sewajarnya kita menyadari kelemahanya, bukan menutupi dengan keangkuhan fikiran yang diiringi su'udzon pada saudara kita... yukk tabbayun :)

Rabbana dholamna 'anfusana....
al fakir ini berlindung dari semua kejelekan lisan dan lintasan hati yang dhoif ya Rabb


Tidak ada komentar:

Posting Komentar