Senin, 28 Desember 2009

Untuk mu Khalbu



Bilur-bilur kejenuhan terpendar dalam garisan perih retina mu
Jerit jengah hati mu takkan membungkus hayal ego mu
Cekat kata mu takkan menembus kerongkongan mu
Lirih keluh mu takkan terdengar oleh gendang pendengaran mu


Bagaimana kau rasakan sunyi nya hatimu?
Tanpa tetesan bahasa ilmu.......
Bagaimana kau rasakan keringnya matamu?
Tanpa tangis ratap penuh harap iba dari Rabb mu........



Ku ingin engkau mengerti

Semua untuk yang bernama "hati"
Agar dia terjaga dari fitnah, dari goresan, dari luka, juga dari keburukan akhlak
Kuingin dia berkilau, karena noda pun enggan untuk menyentuh nya


Yaa.... Rabb,, 
Jagan biarkan hati ini dalam kesia-sia an 
Jangan biarkan hati ini jatuh dalam kemunafikan
Jangan biarkan hati ini berkubang kemaksiatan



Minggu, 27 Desember 2009

Menjadi Wanita Pilihan



Wanita yang elok paras mukanya itu mungkin tak terhitung jumlahnya..
namun, wanita yang elok perilaku dan jiwanya itu masih sedikit…

Wanita yang kaya harta itu telah mendominasi dunia…
namun, wanita yang kaya hati itu masih minim di dunia…

Wanita yang cerdas intelektual itu tak terbilang jumlahnya…
namun wanita yang cerdas dalam menjaga kehormatannya itu langka…

wanita yang aktif berkarier itu bejibun jumlahnya memenuhi dunia…
namun wanita yang aktif ‘tuk menjadi ibu dari anak-anak yang shalih/shalihah itu sulit dicari…

Wanita yang katanya setia pada pacar yang mau mengorbankan segalanya untuk pacar itu bisa ditemukan berserakan….
Namun wanita yang setia pada suaminya dan mau mengorbankan jiwa raganya untuk kebahagiaan dunia akhirat itu sulit untuk mendapatkannya…

Wanita yang rela membuang hartanya untuk kesenangan dunia itu bukan barang langka…
namun wanita yang rela menginfakkan hartanya untuk kesenangan akhirat itu masih langka…

Wanita yang menjaga dan memelihara kecantikan wajahnya itu sudah biasa terlihat
namun wanita yang menjaga dan memelihara kesucian hatinya sulit ditemukan…

Wanita yang mempertontonkan auratnya itu sudah membuat dunia ini lebih panas…
namun wanita yang senantiasa menutup aurat dan menjaga kehormatannya itu senantiasa menyejukkan mata …

Dan terakhir…
Ingin menjadi wanita yang bagaimanakah anda …
wahai saudariku…
pilihanmu adalah masa depanmu di dunia dan akhirat…


SELAMAT MEMILIH

Ketahuilah wahai saudariku..
Dalam hidup ini akan selalu ada pilihan
setiap pilihan mutlak memerlukan perjuangan
setiap pilihan dan perjuangan akan ada pertanggungjawaban...

Jadi, peluang menjadi wanita pilihan itu masih terbuka lebar.. buruan!!!
Sebelum terlambat …





source: voa-islam

Jumat, 06 November 2009

.:Ketika Layar Rumah Tangga Terkembang:.




Islam telah membimbing kita dalam meangun rumah tangga, dimulai dari memilih pasangan hidup. Islam mengikat suami istri dalam ikatan kokoh, menentukan hak dan kewajiban, serta mewajibkan mereka menjaga buah pernikahan ini. Islam juga mengantisipasi segala problema yang dapat menghadang kehidupan rumah tangga secara tepat. Itulah kesempurnaan islam yang sangat indah.

Pernikahan! Kata itu sangat indah didengar tetapi keindahan di dalamnya harus serta-merta dibarengi dengan persiapan. Pernikahan berarti mempertemukan kepentingan-kepentingan dua individu dan bukan mempertentangkannya.
Ketika biduk rumah tangga telah berlayar, apa saja yang bisa anda lakukan di dalamnya? Hari berlalu, pekan berlalu, bergantilah bulan. Tiba-tiba suatu hari anda merasakan ada sesuatu yang tidak mengenakkan anda. Anda mengamati sifat dan pasangan anda selama beberapa pekan sejak pernikahan, ternyata ada yang tidak anda sukai dan yang tidak anda harapkan. Sejak saat itu, anda menemukan bahwa rumah tangga tidak hanya berisi kegembiraan, namun juga tantangan, bahkan bisa juga ancaman. Seorang suami mungkin bertanya-tanya siapakah gerangan engkau wahai istriku? Demikian ia sering bertanya dalam hatinya. Sekian banyak hal-hal aneh dan asing yang ia temukan pada diri seorang ‘makhluk halus’ bernama istrinya itu. Demikian pula, pertanyaan itu muncul di benak sang istri. Seperti ia sedang dihadapkan pada sebuah laboratorium bernyawa, tengah ada banyak penelitian dan pelajaran yang bisa dieksplorasi di dalamnya. Ia menghadapi hari-hari yang berharga, pengenalan demi pengenalan, pengalaman demi pengalaman dan berbagai pertanyaan yang belum terjawabkan. Dulu waktu masih lajang, seorang muslimah yang belum pernah bersentuhan kulit dengan lawan jenis, kini tiba-tiba dihadapkan pada seorang asing yang nantinya akan mengetahui banyak ‘rahasia’ dirinya. Ia seorang wanita yang ‘clingus’ menurut orang jawa, wanita yang tak berani ngobrol dan bercanda dengan lawan jenisnya, namun tatkala masuk ke jenjang pernikahan ia harus berhadapan dengan ‘dunia’ laki-laki. Kini, ia mencoba menyesuaikan irama kehidupan dirinya dengan sang suami. Ia mulai mengenal dunia laki-laki secara dekat tanpa jarak. Demikian pula hal-nya dengan sang suami.


Sebenarnyalah kesulitan yang dihadapi merupakan sesuatu yang wajar dan manusiawi. Betapa tidak! Pernikahan telah mempertemukan bukan saja dua individu yang berbeda, laki-laki dan perempuan, tetapi dua kepribadian, dua selera, dua latar budaya, dua karakter, dua hati, dua otak dan ruh yang hampir dapat dipastikan banyak ketidaksamaan yang akan ditemui oleh keduanya. Seorang manusia yang terkadang bisa saja tak paham akan suasana hatinya, sekarang malah dituntut untuk memahami hati orang lain?!
Kehidupan rumah tangga tak semuanya bisa dirasionalkan begitu saja, terkadang memerlukan proses kontemplasi yang rumit, memahami dunia baru, memahami suasana jiwa, logika, psikologis dan fisiologis yang bergulir bersama di dalam kehidupan rumah tangga. Kuliah S1 ternyata tak cukup membekali teori tentang ’siapakah laki-laki dan perempuan’ dalam tataran teoritis maupun praktis. Tentunya kita kurang mampu memahami dunia pasangan kita, kecuali menempuh pembelajaran dan saling membantu untuk terbuka kepada pasangannya tentang apa yang dirasakan, kepedihan duka, kegembiraan, kecemburuan, kekecewaan, kebanggaan, keinginan, dan jutaan determinasi perasaan lainnya. Saling mencintai memerlukan proses pembelajaran. Saling membantu mengajarkan tentang diri sendiri, bahwa aku adalah makhluk Allah yang punya keinginan dan mestinya engkau mengerti keinginanku. Akan tetapi bahasan verbal tak senantiasa berhasil mengungkap hakikat perasaan.
Menikah adalah pilihan sadar setiap laki-laki dan perempuan dalam islam. Seorang laki-laki berhak menentukan pasangan hidup sebagaimana perempuan. Jika kemudian sepasang laki-laki dan perempuan memutuskan untuk saling menerima dan sepakat melangsungkan pernikahan, atas alasan apakah satu pihak merasa terpaksa berada di samping pasangan hidupnya setelah resmi berumah tangga??!! Sebelum terjadinya akad nikah, pilihan masih terbuka lebar, akan tetapi setelah adanya akad nikah, adalah sebuah pengkhianatan terhadap makna akad itu sendiri apabila satu pihak senantiasa mencari-cari keburukan dan kesalahan pasangannya dengan merasa benar dan bersih sendiri. Tentunya hal tersebut merupakan salah satu bentuk penyucian diri, terlebih lagi tindakannya tersebut akan menumbuhkan benih-benih kebencian dalam hati terhadap seseorang yang telah menjadi pilihannya. Allah ta’ala berfirman:
فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
“Janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An Najm: 32).
لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah, karena walaupun dirinya membenci salah satu perangainya, tentulah akan ada perangai lain yang disukainya.”(HR. Muslim nomor 2672)
Imam An Nawawi mengatakan, “Yang benar, hadits ini merupakan larangan bagi seorang suami agar tidak membenci istrinya, karena apabila istrinya memiliki perangai yang tidak disenanginya, tentulah akan ada perangai lain yang disukainya, misalnya istrinya memiliki akhlak yang jelek, akan tetapi mungkin saja dia komitmen terhadap agama, memiliki paras yang cantik, mampu menjaga diri, lembut atau yang semisalnya.” (Syarh Shahih Muslim, 5/209).
لِأَنَّهُ إِنْ وَجَدَ فِيهَا خُلُقًا يُكْرَه وَجَدَ فِيهَا خُلُقًا مَرْضِيًّا بِأَنْ تَكُون شَرِسَة الْخُلُق لَكِنَّهَا دَيِّنَة أَوْ جَمِيلَة أَوْ عَفِيفَة أَوْ رَفِيقَة بِهِ أَوْ نَحْو ذَلِكَ
Memang ada pilihan lain yang dicontohkan shahabiyah Habibah binti Sahl ketika menemukan kebuntuan dalam rumah tangga sehingga dirinya mengajukan khulu’. Nabi pun memberikan jalan keluar (HR. Malik nomor 1032; Abu Dawud nomor 1900, 1901; An Nasaa’i nomor 3408; Ibnu Majah nomor 2047; Ahmad nomor 26173; dishahihkan oleh Al ‘Allamah Al Albani dalam Al Irwa’, 7/102-103, Shahih Sunan Abu Dawud nomor 1929). Namun, cerai bukanlah jalan pertama yang harus ditempuh, sebab proses belajar menerima dan mencintai harus terjadi dan ditempuh terlebih dahulu. Karena tujuan kita menikah adalah ibadah, mengabdi pada Allah dan mencapai keridhoan-Nya. Sedangkan hasil akhir dari ibadah itu sendiri adalah mencapai tingkat ketakwaan atau pemeliharaan diri dari segala kemaksiatan, yang akan membawa pemiliknya merengkuh ridho Allah. Berbagai upaya akan ditempuh oleh orang yang ingin mencapai derajat ketakwaan, tidak terkecuali melalui pernikahan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَن
“Bertakwalah kamu dimanapun kamu berada, bila kamu berbuat kejahatan, segera iringi dengan perbuatan baik, sehingga dosamu terhapus, lalu pergaulilah manusia dengan akhlaq yang baik.” (HR. Tirmidzi nomor 1910; dihasankan Syaikh Al Albani dalam Al Misykah nomor 5083, Ar Raudlun Nadhir nomor 855, Shahih wadl Dhaif Sunan At Tirmidzi, 4/487)
Setiap pasangan hendaknya merenungkan bahwasanya ketika mereka menikah, mereka tinggal menyempurnakan “setengah ketakwaan”, apakah “setengah ketakwaan” yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka hendak disia-siakan?
Mari kita belajar membentuk bahtera rumah tangga yang mampu berlayar merengkuh keridhoaan-Nya. Bertakwalah kepada Allah dalam setiap mengambil keputusan dan bersabarlah menghadapi kekurangan dan kelemahan pasangan kita, karena tak ada manusia yang sempurna, teruslah bermuhasabah diri. Mudah-mudahan dengan kesabaran kita, Allah akan memudahkan dan memberikan kebahagiaan dalam rumah tangga kita. Teruslah berusaha melaksanakan semua kewajiban yang Allah bebankan pada kita dengan segala kemampuan dan kekuatan yang ada, Allah-lah sumber kekuatan kita, dengan mengharap ridha-Nya dan cinta-Nya. Berjanjilah, mulai hari ini, bahwa keindahan hidup rumah tangga pada mulanya berasal dari kesadaran anda akan janji besar ini! Dengan demikian, semoga kita mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Semoga Allah mengumpulkan kita dengan pasangan beserta anak-anak kita dalam jannah-Nya. Amiin…
***Penulis: Ummu ‘Umair dan Abu ‘Umair***
di copy dari: muslimah.or.id

Rabu, 04 November 2009

Menjadi Zawjiyyah Sholihah Untukmu





Untukmu, Habibi al Mahbub...
Untukmu, ku untai harapan menjalin perjalanan bersama
Untukmu, ku jalin cinta yang berlabuh dalam naungan cinta-Nya
Untukmu, ku ingin menjadi bidadari dunia dan akhiratmu
Untukmu, ku ingin menjadi perhiasan terindah, menjadi zawjiyyah sholihah


Bersamamu, ku ingin merajut cerita
Bersamamu, ku ingin menyulam bahagia
Bersamamu, ku ingin menjadi pendamping di setiap suka dan duka
Bersamamu, ku ingin menggapai ridho dan maghfirah-Nya






Pernikahan artinya menjalin kecintaan dan kerjasama, mendahulukan kepentingan orang lain dan pengorbanan, ketentraman dan mawaddah, hubungan rohani yang mulia dan keterikatan jasad yang disyari’atkan.

Pernikahan artinya rumah yang tiangnya adalah Adam dan Hawwa, dan dari keduanya terbentuk keluarga-keluarga dan keturunan-keturunan, lalu rumah-rumah, lalu komunitas, lalu muncul berbagai bangsa dan negara. Dalam hal ini, Allah 
subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah.” (al-Furqan:54).

Mushaharah yaitu hubungan kekeluargaan yang disebabkan oleh ikatan perkawinan, seperti menantu, mertua, ipar, dan sebagainya. Pernikahan adalah benteng yang dapat menekan kejalangan nafsu seksual seseorang, mendorong keinginan syahwatnya, menjaga kemaluan dan kehormatannya serta menghalanginya dari keterjerumusan ke dalam lubang-lubang maksiat dan sarang-sarang perbuatan keji.


Kita melihat bagaimana al-Qur’an membangkitkan pada diri masing-masing pasangan suami-istri suatu perasaan bahwa masing-masing mereka saling membutuhkan satu sama lain dan saling menyempurnakan kekurangan.
Sesungguhnya wanita adalah ran ting dari laki-laki dan laki-laki adalah akar bagi wanita. Karena itu, akar selalu membutuhkan ranting dan ran ting selalu membutuhkan akar.” Mengenai hal ini, Allah 
subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya.” (al-A’raf:189).

Yang dimaksud dengan diri yang satu adalah Adam dan yang dimaksud istrinya adalah Hawwa. Karena itu, pernikahan menurut Islam bukan hanya sekedar menjaga keutuhan jenis manusia saja, tetapi lebih dari itu adalah menjalankan perintah Allah 
subhanahu wata’ala sebagaimana dalam firman-Nya, artinya,
“Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi.”(an-Nisa`:3)

Di bawah naungan ajaran Islam, kedua pasangan suami istri menjalani hidup mereka dalam kesenyawaan dan kesatuan dalam segala hal; kesatuan perasaan, kesatuan hati dan dorongan, kesatuan cita-cita dan tujuan akhir hidup dan lain-lain.


Di antara keagungan al-Qur’an dan kesempurnaannya, kita melihat semua makna tersebut, baik yang sempat terhitung atau pun tidak, tercermin pada satu ayat al-Qur’an, yaitu:
“Mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.” (al-Baqarah:187)


Makna Sakinah, Mawaddah dan Rahmah

Al-Qur’an telah menggambarkan hubungan insting dan perasaan di antara kedua pasangan suami-istri sebagai salah satu dari tanda-tanda kebesaran Allah dan nikmat yang tidak terhingga dari-Nya. Allah 
subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (ar-Rum:21)

Kecenderungan dan rasa tentram suami kepada istri dan kelengketan istri dengan suaminya merupakan hal yang bersifat fitrah dan sesuai dengan instingnya. Ayat ini merupakan pondasi kehidupan yang diliputi suasana perasaan yang demikian sejuk. Isteri ibarat tempat suami bernaung, setelah perjuangannya seharian demi mendapatkan sesuap nasi, dan mencari penghiburnya setelah dihinggapi rasa letih dan penat. Dan, pada putaran akhirnya, semua keletihannya itu ditumpahkan ke tempat bernaung ini. Ya, kepada sang istri yang harus menerimanya dengan penuh rasa suka, wajah yang ceria dan senyum. Ketika itulah, sang suami mendapatkan darinya telinga yang mendengar dengan baik, hati yang welas asih dan tutur kata yang lembut.


Profil wanita shalihah ditegaskan melalui tujuan ia diciptakan, yaitu menjadi ketentraman bagi laki-laki dengan semua makna yang tercakup dalam kata “Ketentraman 
(sakinah) itu. Dan, agar suatu ketentraman dikatakan layak, maka ia (wanita) harus memiliki beberapa kriteria, di antara yang terpenting; Pemiliknya merasa suka bila melihat padanya; Mampu menjaga keluarga dan hartanya; Tidak membiarkan orang yang menentang nya tinggal bersamanya.

Terkait dengan surat ar-Rûm, ayat 21 di atas, ada beberapa renungan:


Renungan Pertama. Abu al-Hasan al-Mawardy berkata mengenai makna, “Dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.” (ar-Rum:21). Di dalam ayat ini terdapat empat pendapat:
Pertama, bahwa arti Mawaddah (rasa kasih) adalah al-Mahabbah (kecintaan) sedangkan arti Rahmah (rasa sayang) adalah asy-Syafaqah (rasa kasihan).
Ke-dua, bahwa arti 
Mawaddah adalah al-Jimâ’ (hubungan badan) dan Rahmahadalah al-Walad (anak).
Ke-tiga, bahwa arti Mawaddah adalah mencintai orang besar (yang lebih tua) danRahmah adalah welas asih terhadap anak kecil (yang lebih muda).
Ke-empat, bahwa arti keduanya adalah saling berkasih sayang di antara pasangan suami-isteri. (al-Mawardy: 
an-Nukat Wa al-’Uyûn)
Ibn Katsir berkata, “Di antara tanda kebesaran-Nya yang menunjukkan keagungan dan kesempurnaan kekuasaan-Nya, Dia menciptakan wanita yang menjadi pasangan kamu berasal dari jenis kamu sendiri sehingga kamu cenderung dan tenteram kepadanya. Andaikata Dia menjadikan semua Bani Adam (manusia) itu laki-laki dan menjadikan wanita dari jenis lain selain mereka, seperti bila berasal dari bangsa jin atau hewan, maka tentu tidak akan terjadi kesatuan hati di antara mereka dan pasangan (istri) mereka, bahkan sebaliknya membuat lari, bila pasangan tersebut berasal dari lain jenis. Kemudian, di antara kesempurnaan rahmat-Nya kepada Bani Adam, Dia menjadikan pasangan mereka dari jenis mereka sendiri dan menjadikan di antara sesama mereka rasa kasih (mawaddah), yakni cinta dan rasa sayang (rahmah), rasa kasihan. Sebab, bisa jadi seorang laki-laki mengikat wanita karena rasa cinta atau kasih terhadapnya hingga mendapat kan keturunan darinya atau ia (si wanita) butuh kepadanya dalam hal nafkah atau agar terjadi kedekatan hati di antara keduanya, dan lain sebagainya” (Tafsir Ibn Katsir)

Renungan ke Dua. Mari kita renungi sejenak firman-Nya, “dari jenismu sendiri.” Istri adalah manusia yang mulia di mana terjadi persamaan jenis antara dirinya dan suami, sedangkan laki-laki memiliki tingkatan Qiwâmah (kepempimpinan) atas wanita (baca: al-Baqarah:228).
Kepemimpinan suami bukan artinya bertindak otoriter dengan membungkam pendapat orang lain (istri,red). Kepemimpinannya itu ibarat rambu lalu lintas yang mengatur perjalanan tetapi tidak untuk memberhentikannya. Karena itu, kepemimpinan laki-laki tidak berarti menghilangkan peran wanita dalam berpendapat dan bantuannya di dalam membina keluarga.

Renungan ke Tiga. Rasa aman, ketenteraman dan kemantapan dapat membawa keselamatan bagi anak-anak dari setiap hal yang mengancam eksistensi mereka dan membuat mereka menyimpang serta jauh dari jalan yang lurus, sebab mereka tumbuh di dalam suatu ‘lembaga’ yang bersih, tidak terdapat kecurangan maupun campur tangan, di dalamnya telah jelas hak-hak dan arah kehidupan, masing-masing individu melakukan kewajiban nya sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.”
Kepemimpinan sudah ditentukan dan masing-masing individu sudah rela terhadap yang lainnya dengan tidak melakukan hal yang melampaui batas. Inilah makna firman-Nya dalam surat an-Nisâ`, ayat 34.Renungan ke Empat. Masing-masing pasangan suami-isteri harus saling menghormati pendapat yang lainnya. Harus ada diskusi yang didasari oleh rasa kasih sayang tetapi sebaiknya tidak terlalu panjang dan sampai pada taraf berdebat. Sebaiknya pula salah satu mengalah terhadap pendapat yang lain apalagi bila tampak kekuatan salah satu pendapat, sebab diskusi obyektif yang diasah dengan tetesan embun rasa kasih dan cinta akan mengalahkan semua bencana demi menjaga kehidupan rumah tangga yang bahagia.




Renungan ke Lima. Rasa kasih dan sayang yang tertanam sebagai fitrah Allahsubhanahu wata’ala di antara pasangan suami-isteri akan bertambah seiring dengan bertambahnya kebaikan pada keduanya. Sebaliknya, akan berkurang seiring menurunnya kebaikan pada keduanya sebab secara alamiah, jiwa mencintai orang yang memperlaku kanya dengan lembut dan selalu berbuat kebaikan untuknya. Nah, apalagi bila orang itu adalah suami atau isteri yang di antara keduanya terdapat rasa kasih dari Allah subhanahu wata’ala, tentu rasa kasih itu akan semakin bertambah dan menguat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dunia itu adalah kesenangan dan sebaik-baik kesenangannya adalah wanita shalihah.”

Renungan ke Enam. Kesan terbaik yang didapat dari rumah tangga Nabawi adalah terjaganya hak dalam hubungan suami-isteri baik semasa hidup maupun setelah mati. Hal ini dapat terlihat dari ucapan istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tercinta, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang begitu cemburu terhadap Khadijah radhiyallahu ‘anha, istri pertama beliau padahal ia sudah wafat dan belum pernah dilihatnya. Hal itu semata karena beliau sering mengingat kebaikan dan jasanya.

Semoga Allah 
subhanahu wata’ala menjadikan rumah tangga kaum Muslimin rumah tangga yang selalu diliputi sakinah, mawaddah dan rahmah. Dan hal ini bisa terealisasi, manakala kaum Muslimin kembali kepada ajaran Rasul mereka dan mencontoh kehidupan rumah tangga beliau.

Sumber: Tsulâtsiyyah al-Hayâh az-Zawjiyyah: as-Sakan, al-Mawaddah, ar-Rahmah karya Dr.Zaid bin Muhammad ar-Rummany.(oleh : Abu Hafshah)

Selasa, 03 November 2009

Rindu Menatap Wajah-MU



Ya Illahi Rabbi,,
Gemuruh dada ini tatkala menyebut Asma-Mu
Tergetar dada ini tatkala mendengar Kalam-Mu
Termenung diri ini tatkala mengingat kebesaran-Mu
Tertunduk raga ini tatkala melihat keagungan-Mu


Yaa.. Qayyu,,, 
Engkau yang memiliki kemuliaan, 
Engkau yang memiliki Arsy yang Agung, 
Engkau yang memiliki cinta
sungguh tanpa cinta-Mu diri ini adalah serpihan debu yang hanya akan lari tatkala sedikit badai menghembus. 


Ya Mujiib,,,
Engkau yang tak pernah berhenti mengabulkan permohonan hamba-Mu, 
Engkau yang tak pernah lelah mendengarkan pengaduan hamba-Mu.
Engkau yang tak pernah pergi meninggalkan hamba-Mu
Engkau yang memberi pertolongan tatkala tak ada pertolongan selain dari-Mu
Ijinkanlah diri ini akan terus memohon kepada-Mu ya Rabbana, ijinkanlah kami merindui keagungan wajah-Mu, dan ijinkanlah untuk selalu bertakwa kepada-Mu


Ya Rahman,,,
Ku rindui telaga yang Engkau siapkan
Ku rindui sungai-sungai yang Engkau ceritakan
Ku rindui taman-taman yang Engkau janjikan
Dan sangat ku rindui untuk dapat menatap keagungan wajah-Mu, dalam kebun-kebun firdaus-mu.


Ya Qayyuum,,,
Takkan pernah sanggup diri ini mencapai Adn-Mu tanpa belas kasihan dan pertolongan-Mu ya Rabb
Terlalu pekat dosa yang menggenangi diri, terlalu dalam dunia meracuni hati ini. 


Ya Rahim,,,
Dengan rahmat-Mu yang tak pernah putus hamba memohon, janganlah Engkau cabut nikmat menjadi hamba-Mu dari diri ini, nikmat untuk bermunajat kepada-Mu, nikmat untuk masih dapat memohon ampunan kepada-Mu. Sesungguhnya Kepada-Mu lah tujuan hidup kami.
Ku serahkan semua dalam kasih-Mu ya Rabb, kepada-Mu lah diri ini berharap.
wa ilaa Rabbika farghob (Dan kapada Tuhan mu lah hendaknya kamu berharap)



Minggu, 25 Oktober 2009

Ironi dalam ketidakpastian




Temaram malam terpantul dalam ruang hening sudut hati
Kepulan asa mengibak terpadu dalam dinamika rancangan ilusi
Kentara dalam keinginan tanpa kuasa merasa nyata
Ironi dalam kediaman


Bimbang untuk satu langkah
Tak jua ada beda ke langkah berikutnya
haruskah tetap melangkah
Ironi dalam kebimbangan


Bait asa mengibas duka dengan padanan kidung kerinduan
Tersungkur diri dalam kebiruan
Tanpa sinar, tanpa keyakinan, meski pula tanpa kenyataan
Ironi dalam kehampaan


Tak ingin terserak dalam lubang ketakberdayaan
bukan tak percaya, meski bukan pula kepercayaan
Cukuplah hati yang merasa, tak perlu ikut pula bibir berkata
Ironi dalam tulisan


Engkau tau diri, engkau sadar hati, engkau terlalu mudah untuk tak mengerti


Main office cikarang, 26 october 2009







Senin, 12 Oktober 2009

Sakit dan Musibah adalah Penghapus Dosa Bagi Seorang Muslim (Insya Allah)


Ya Allah,, sesungguhnya ubun-ubunku ada di tangan-Mu
Kepada-Mu jua hamba bertawakkal.
Semua adalah kehendak-Mu, dan Dari sisi-Mulah semua yang Ghoib.
Hamba berlindung dari keluh kesah, rasa sakit, kelemahan dan kesedihan


Ya Allah,, tidak ada yang mudah kecuali apa yang Engkau mudahkan, dan tidak ada yang sulit jika Engkau menghendaki kemudahan.
La Haula wala Quwwata illa billah

Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Allah merahmati kita semua- telah menjadi ketetapan dari Allah Azza wa Jalla bahwa setiap manusia pasti pernah mengalami sakit dan musibah selama hidupnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al-Baqaroh : 155-157).

Sakit dan musibah yang menimpa seorang mukmin mengandung hikmah yang merupakan rahmat dari Allah Ta’ala. Imam Ibnul Qayyim berkata : “Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah. Namun akal kita sangat terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia dibawah sinar matahari. Dan inipun hanya kira-kira, yang sebenarnya tentu lebih dari sekedar gambaran ini”. (Syifa-ul Alil fi Masail Qadha wal Qadar wa Hikmah wa Ta’lil hal 452).

Dalam menyikapi sakit dan musibah tersebut, berikut ini ada beberapa prinsip yang harus menjadi pegangan seorang muslim:

1. Sakit dan Musibah adalah Takdir Allah Azza wa Jalla

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (QS. Al-Hadid : 22).


“Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang melainkan dengan izin Allah” (QS. At-Taghaabun : 11).

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan semua takdir seluruh makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi”. (HR. Muslim no. 2653).

2. Sakit dan Musibah Adalah Penghapus Dosa
Ini adalah hikmah terpenting sebab diturunkannya sakit dan musibah. Dan hikmah ini sayangnya tidak banyak diketahui oleh saudara-saudara kita yang tertimpa musibah. Acapkali kita mendengar manusia ketika ditimpa sakit dan musibah malah mencaci maki, berkeluh kesah, bahkan yang lebih parah meratapi nasib dan berburuk sangka dengan takdir Allah. Nauzubillah, kita berlindung kepada Allah dari perbuatan semacam itu. Padahal apabila mereka mengetahui hikmah dibalik semua itu, maka -insya Allah- sakit dan musibah terasa ringan disebabkan banyaknya rahmat dan kasih sayang dari Allah Ta’ala.

Hikmah dibalik sakit dan musibah diterangkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dimana beliau bersabda:


“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya”.
(HR. Bukhari no. 5660 dan Muslim no. 2571).

“Tidaklah seseorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya”. (HR. Bukhari no. 5641).

“Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengan dosa-dosanya”. (HR. Muslim no. 2573).

“Bencana senantiasa menimpa orang mukmin dan mukminah pada dirinya, anaknya dan hartanya, sehingga ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada kesalahan pada dirinya”.
(HR. Tirmidzi no. 2399, Ahmad II/450, Al-Hakim I/346 dan IV/314, Ibnu Hibban no. 697, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Mawaaridizh Zham-aan no. 576).


“Sesungguhnya Allah benar-benar akan menguji hamba-Nya dengan penyakit, sehingga ia menghapuskan setiap dosa darinya”.
(HR. Al-Hakim I/348, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Shohih Jami’is Shoghir no.1870).

“Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, melainkan ditetapkan baginya dengan sebab itu satu derajat dan dihapuskan pula satu kesalahan darinya”. (HR. Muslim no. 2572).

“Sakit demam itu menjauhkan setiap orang mukmin dari api neraka”. (HR. Al-Bazzar, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Silsilah al Hadiits ash Shohihah no. 1821


“Janganlah kamu mencaci-maki penyakit demam, karena sesungguhnya (dengan penyakit itu) Allah akan menghapuskan dosa-dosa anak Adam sebagaimana tungku api menghilangkan kotoran-kotoran besi”. (HR. Muslim no. 2575).

Walaupun demikian, apabila seorang mukmin ditimpa suatu penyakit tidaklah meniadakan usaha (ikhtiar) untuk berobat. Rasulullah shallalllahu alaihi wa sallam bersabda : “Allah tidak menurunkan penyakit melainkan pasti menurunkan obatnya”. (HR. Bukhari no. 5678). Dan yang perlu diperhatikan dalam berobat ini adalah menghindarkan dari cara-cara yang dilarang agama seperti mendatangi dukun, paranormal, ‘orang pintar’, dan sebangsanya yang acapkali dikemas dengan label ‘pengobatan alternatif’. Selain itu dalam berobat juga tidak diperbolehkan memakai benda-benda yang haram seperti darah, khamr, bangkai dan sebagainya karena telah ada larangannya dari Rasulullah shallalllahu alaihi wa sallam yang bersabda :

“Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah dan janganlah berobat dengan yang haram”. (HR. Ad Daulabi dalam al-Kuna, dihasankan oleh Syeikh Albani dalam kitab Silsilah al Hadiits ash- Shohihah no. 1633).


“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian pada apa-apa yang haram”.
(HR. Abu Ya’la dan Ibnu Hibban no. 1397. Dihasankan oleh Syeikh Albani dalam kitab Mawaaridizh Zham-aan no. 1172).

“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan penyakit kalian pada apa-apa yang diharamkan atas kalian”. (HR. Bukhari, di-maushulkan ath-Thabrani dalam Mu’jam al Kabiir, berkata Ibnu Hajar : ‘sanadnya shohih’, Fathul Baari : X/78-79).

3. Wajib Bersabar dan Ridho Apabila Ditimpa Sakit dan Musibah
Apabila sakit dan musibah telah menimpa, maka seorang mukmin haruslah sabar dan ridho terhadap takdir Allah Azza wa Jalla, dan harapkanlah pahala serta dihapuskannya dosa-dosanya sebagai ganjaran dari musibah yang menimpanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al-Baqaroh : 155-157).

Dalam beberapa hadis Qudsi Allah Azza wa Jalla berfirman :
“Wahai anak Adam, jika engkau sabar dan mencari keridhoan pada saat musibah yang pertama, maka Aku tidak meridhoi pahalamu melainkan surga”.
(HR. Ibnu Majah no.1597, dihasankan oleh Syeikh Albani dalam Shohih Ibnu Majah : I/266).

Maksud hadis diatas yakni apabila seorang hamba ridho dengan musibah yang menimpanya maka Allah ridho memberikan pahala kepadanya dengan surga.

“Jika anak seorang hamba meninggal dunia, maka Allah akan berkata kepada malaikat-Nya : ‘Apakah kalian telah mencabut nyawa anak hamba-Ku?. Para Malaikat menjawab : ‘Ya, benar’. Lalu Dia bertanya lagi : ‘Apakah kalian mengambil buah hatinya?’. Malaikat menjawab : ‘Ya’. Kemudian Dia berkata : ‘Apa yang dikatakan oleh hamba-Ku itu?’. Malaikat menjawab ‘Ia memanjatkan pujian kepada-Mu dan mengucapkan kalimat istirja’ (Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’un). Allah Azza wa Jalla berfirman : ‘Bangunkan untuk hamba-Ku sebuah rumah di surga dan namai dengan (nama) Baitul Hamd (rumah pujian)’.” (HR Tirmidzi no.1021, dihasankan Syeikh Albani dalam Shohih Sunan Tirmidzi no. 814)


“Tidaklah ada suatu balasan (yang lebih pantas) di sisi-Ku bagi hamba-Ku yang beriman jika Aku telah mencabut nyawa kesayangannya dari penduduk dunia kemudian ia bersabar atas kehilangan orang kesayangannya itu melainkan surga”. (HR. Bukhari).

“Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung berfirman : ‘Jika Aku menguji hamba-Ku dengan dua hal yang dicintainya (yakni menjadikan seorang hamba kehilangan dua penglihatannya/buta) lalu ia bersabar maka Aku akan menggantikan keduanya dengan surga”. (HR. Bukhari).

Rasulullah shollallahu alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung besarnya ujian. Dan sesungguhnya jika Allah menyukai suatu kaum, maka Dia akan menguji mereka. Barangsiapa yang ridho maka baginya keridhoan, dan barangsiapa yang murka maka baginya kemurkaan”. (HR. Tirmidzi no. 2396, Ibnu Majah no. 4031, dihasankan Syeikh Albani dalam Shohih Sunan Tirmidzi II/286).

Hikmah lainnya dari sakit dan musibah adalah menyadarkan seorang hamba yang tadinya lalai dan jauh dari mengingat Allah -karena tertipu oleh kesehatan badan dan sibuk mengurus harta- untuk kembali mengingat Robb-nya. Karena jika Allah mencobanya dengan suatu penyakit atau musibah barulah ia merasakan kehinaan, kelemahan, teringat akan dosa-dosa, dan ketidakmampuannya di hadapan Allah Ta’ala, sehingga ia kembali kepada Allah dengan penyesalan, kepasrahan, memohon ampunan dan berdoa kepada-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelummu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri”. (QS. Al-An’aam : 42).

Sakit dan musibah merupakan pintu yang akan membukakan kesadaran seorang hamba bahwasanya ia sangat membutuhkan Allah Azza wa Jalla. Tidak sesaatpun melainkan ia butuh kepada-Nya, sehingga ia akan selalu tergantung kepada Robb-nya. Dan pada akhirnya ia akan senantiasa mengikhlaskan dan menyerahkan segala bentuk ibadah, doa, hidup dan matinya, hanyalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.

sumber: ikhwany.com

Jumat, 21 Agustus 2009

.:Surat Seorang Ibu:.


Surat ini benar-benar menyentuh hati saya. ketika membaca tulisan ini saya merasa trenyuh dan larut dalam suanan haru. Terbayang wajah ibu saya, yang telah melahirkan, mendidik, dan membesarkan dengan pebnuh kasih sayang. Ibu adalah yang terbaik bagiku. Tak pernah ada kata tidak untuk kami anak-anaknya ketika meminta sesuatu. Tak pernah ada kata-kata kasar dan bentakan bila ibu tak setuju atau jengkel pada tindakan kami. Semoga Allah membalas kebaikan ibu dengan pahala yang besar. Semoga Allah senantiasa membimbing dan memberi petunjuk kepada saya untuk selalu memperlakukan ibu dengan baik serta mengasihinya sebagaimana ibu mengasihi kami, anak-anaknya.

Robbigh firlii waliwaalidayya warhamhumaa kamaa robbayaanii soghiiroo
Silahkan dibaca …………..

Assalamu’alaikum,
Segala puji Ibu panjatkan kehadirat Allah ta’ala yang telah memudahkan Ibu untuk beribadah kepada-Nya. Shalawat serta salam Ibu sampaikan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga dan para sahabatnya. Amin…


Wahai anakku,
Surat ini datang dari Ibumu yang selalu dirundung sengsara… Setelah berpikir panjang Ibu mencoba untuk menulis dan menggoreskan pena, sekalipun keraguan dan rasa malu menyelimuti diri. Setiap kali menulis, setiap kali itu pula gores tulisan terhalang oleh tangis, dan setiap kali menitikkan air mata setiap itu pula hati terluka…


Wahai anakku!
Sepanjang masa yang telah engkau lewati, kulihat engkau telah menjadi laki-laki dewasa, laki-laki yang cerdas dan bijak! Karenanya engkau pantas membaca tulisan ini, sekalipun nantinya engkau remas kertas ini lalu engkau merobeknya, sebagaimana sebelumnya engkau telah remas hati dan telah engkau robek pula perasaanku.


Wahai anakku… 25 tahun telah berlalu, dan tahun-tahun itu merupakan tahun kebahagiaan dalam kehidupanku. Suatu ketika dokter datang menyampaikan kabar tentang kehamilanku dan semua ibu sangat mengetahui arti kalimat tersebut. Bercampur rasa gembira dan bahagia dalam diri ini sebagaimana ia adalah awal mula dari perubahan fisik dan emosi…

Semenjak kabar gembira tersebut aku membawamu 9 bulan. Tidur, berdiri, makan dan bernafas dalam kesulitan. Akan tetapi itu semua tidak mengurangi cinta dan kasih sayangku kepadamu, bahkan ia tumbuh bersama berjalannya waktu.
Aku mengandungmu, wahai anakku! Pada kondisi lemah di atas lemah, bersamaan dengan itu aku begitu grmbira tatkala merasakan melihat terjangan kakimu dan balikan badanmu di perutku. Aku merasa puas setiap akumenimbang diriku, karena semakin hari semakin bertambah berat perutku, berarti engkau sehat wal afiat dalam rahimku.
Penderitaan yang berkepanjangan menderaku, sampailah saat itu, ketika fajar pada malam itu, yang aku tidak dapat tidur dan memejamkan mataku barang sekejap pun. Aku merasakan sakit yang tidak tertahankan dan rasa takut yang tidak bisa dilukiskan.
Sakit itu terus berlanjut sehingga membuatku tidak dapat lagi menangis. Sebanyak itu pula aku melihat kematian menari-nari di pelupuk mataku, hingga tibalah waktunya engkau keluar ke dunia. Engkau pun lahir… Tangisku bercampur dengan tangismu, air mata kebahagiaan. Dengan semua itu, sirna semua keletihan dan kesedihan, hilang semua sakit dan penderitaan, bahkan kasihku padamu semakin bertambah dengan bertambah kuatnya sakit. Aku raih dirimu sebelum aku meraih minuman, aku peluk cium dirimu sebelum meneguk satu tetes air yang ada di kerongkonganku.


Wahai anakku… telah berlalu tahun dari usiamu, aku membawamu dengan hatiku dan memandikanmu dengan kedua tangan kasih sayangku. Saripati hidupku kuberikan kepadamu. Aku tidak tidur demi tidurmu, berletih demi kebahagiaanmu.
Harapanku pada setiap harinya; agar aku melihat senyumanmu. Kebahagiaanku setiap saat adalah celotehmu dalam meminta sesuatu, agar aku berbuat sesuatu untukmu… itulah kebahagiaanku!
Kemudian, berlalulah waktu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Selama itu pula aku setia menjadi pelayanmu yang tidak pernah lalai, menjadi dayangmu yang tidak pernah berhenti, dan menjadi pekerjamu yang tidak pernah mengenal lelah serta mendo’akan selalu kebaikan dan taufiq untukmu.
Aku selalu memperhatikan dirimu hari demi hari hingga engkau menjadi dewasa. Badanmu yang tegap, ototmu yang kekar, kumis dan jambang tipis yang telah menghiasi wajahmu, telah menambah ketampananmu. Tatkala itu aku mulai melirik ke kiri dan ke kanan demi mencari pasangan hidupmu.

Semakin dekat hari perkawinanmu, semakin dekat pula hari kepergianmu. saat itu pula hatiku mulai serasa teriris-iris, air mataku mengalir, entah apa rasanya hati ini. Bahagia telah bercampur dengan duka, tangis telah bercampur pula dengan tawa. Bahagia karena engkau mendapatkan pasangan dan sedih karena engkau pelipur hatiku akan berpisah denganku.
Waktu berlalu seakan-akan aku menyeretnya dengan berat. Kiranya setelah perkawinan itu aku tidak lagi mengenal dirimu, senyummu yang selama ini menjadi pelipur duka dan kesedihan, sekarang telah sirna bagaikan matahari yang ditutupi oleh kegelapan malam. Tawamu yang selama ini kujadikan buluh perindu, sekarang telah tenggelam seperti batu yang dijatuhkan ke dalam kolam yang hening, dengan dedaunan yang berguguran. Aku benar-benar tidak mengenalmu lagi karena engkau telah melupakanku dan melupakan hakku.

Terasa lama hari-hari yang kulewati hanya untuk ingin melihat rupamu. Detik demi detik kuhitung demi mendengarkan suaramu. Akan tetapi penantian kurasakan sangat panjang. Aku selalu berdiri di pintu hanya untuk melihat dan menanti kedatanganmu. Setiap kali berderit pintu aku manyangka bahwa engkaulah orang yang datang itu. Setiap kali telepon berdering aku merasa bahwa engkaulah yang menelepon. Setiap suara kendaraan yang lewat akumerasa bahwa engkaulah yang datang.

Akan tetapi, semua itu tidak ada. Penantianku sia-sia dan harapanku hancur berkeping, yang ada hanya keputusasaan. Yang tersisa hanyalah kesedihan dari semua keletihan yang selama ini kurasakan. Sambil menangisi diri dan nasib yang memang telah ditakdirkan oleh-Nya.
Anakku… ibumu ini tidaklah meminta banyak, dan tidaklah menagih kepadamu yang bukan-bukan. Yang Ibu pinta, jadikan ibumu sebagai sahabat dalam kehidupanmu. Jadikanlah ibumu yang malang ini sebagai pembantu di rumahmu, agar bisa juga aku menatap wajahmu, agar Ibu teringat pula dengan hari-hari bahagia masa kecilmu.

Dan Ibu memohon kepadamu, Nak! Janganlah engkau memasang jerat permusuhan denganku, jangan engkau buang wajahmu ketika Ibu hendak memandang wajahmu!!
Yang Ibu tagih kepadamu, jadikanlah rumah ibumu, salah satu tempat persinggahanmu, agar engkau dapat sekali-kali singgah ke sana sekalipun hanya satu detik. Jangan jadikan ia sebagai tempat sampah yang tidak pernah engkau kunjungi, atau sekiranya terpaksa engkau datangi sambil engkau tutup hidungmu dan engkaupun berlalu pergi.

Anakku, telah bungkuk pula punggungku. Bergemetar tanganku, karena badanku telah dimakan oleh usia dan digerogoti oleh penyakit… Berdiri seharusnya dipapah, dudukpun seharusnya dibopong, sekalipun begitu cintaku kepadamu masih seperti dulu… Masih seperti lautan yang tidak pernah kering. Masih seperti angin yang tidak pernah berhenti.
Sekiranya engakau dimuliakan satu hari saja oleh seseorang, niscaya engkau akan balas kebaikannya dengan kebaikan setimpal. Sedangkan kepada ibumu… Mana balas budimu, nak!? Mana balasan baikmu! Bukankah air susu seharusnya dibalas dengan air susu serupa?! Akan tetapi kenapa nak! Susu yang Ibu berikan engkau balas dengan tuba. Bukankah Allah ta’ala telah berfirman, “Bukankah balasan kebaikan kecuali dengan kebaikan pula?!” (QS. Ar Rahman: 60)Sampai begitu keraskah hatimu, dan sudah begitu jauhkah dirimu?! Setelah berlalunya hari dan berselangnya waktu?!

Wahai anakku, setiap kali aku mendengar bahwa engkau bahagia dengan hidupmu, setiap itu pula bertambah kebahagiaanku. Bagaimana tidak, engkau adalah buah dari kedua tanganku, engkaulah hasil dari keletihanku. Engkaulah laba dari semua usahaku! Kiranya dosa apa yang telah kuperbuat sehingga engkau jadikan diriku musuh bebuyutanmu?! Pernahkah aku berbuat khilaf dalam salah satu waktu selama bergaul denganmu, atau pernahkah aku berbuat lalai dalam melayanimu?
Terus, jika tidak demikian, sulitkah bagimu menjadikan statusku sebagai budak dan pembantu yang paling hina dari sekian banyak pembantu dan budakmu. Semua mereka telah mendapatkan upahnya!? Mana upah yang layak untukku wahai anakku!
Dapatkah engkau berikan sedikit perlindungan kepadaku di bawah naungan kebesaranmu? Dapatkah engkau menganugerahkan sedikit kasih sayangmu demi mengobati derita orang tua yang malang ini? Sedangkan Allah ta’ala mencintai orang yang berbuat baik.


Wahai anakku!! Aku hanya ingin melihat wajahmu, dan aku tidak menginginkan yang lain.

Wahai anakku! Hatiku teriris, air mataku mengalir, sedangkan engkau sehat wal afiat. Orang-orang sering mengatakan bahwa engkau seorang laki-laki supel, dermawan, dan berbudi.

Anakku…
Tidak tersentuhkah hatimu terhadap seorang wanita tua yang lemah, tidak terenyuhkah jiwamu melihat orang tua yang telah renta ini, ia binasa dimakan oleh rindu, berselimutkan kesedihan dan berpakaian kedukaan!? Bukan karena apa-apa?! Akan tetapi hanya karena engkau telah berhasil mengalirkan air matanya… Hanya karena engkau telah membalasnya dengan luka di hatinya… hanya karena engkau telah pandai menikam dirinya dengan belati durhakamu tepat menghujam jantungnya… hanya karena engkau telah berhasil pula memutuskan tali silaturrahim?!

Wahai anakku, ibumu inilah sebenarnya pintu surga bagimu. Maka titilah jembatan itu menujunya, lewatilah jalannya dengan senyuman yang manis, pemaafan dan balas budi yang baik. Semoga aku bertemu denganmu di sana dengan kasih sayang Allah ta’ala, sebagaimana dalam hadits: “Orang tua adalah pintu surga yang di tengah. Sekiranya engkau mau, maka sia-siakanlah pintu itu atau jagalah!!” (HR. Ahmad)

Anakku. Aku sangat mengenalmu, tahu sifat dan akhlakmu. Semenjak engkau telah beranjak dewasa saat itu pula tamak dan labamu kepada pahala dan surga begitu tinggi. Engkau selalu bercerita tentang keutamaan shalat berjamaah dan shaf pertama. Engkau selalu berniat untuk berinfak dan bersedekah.

Akan tetapi, anakku! Mungkin ada satu hadits yang terlupakan olehmu! Satu keutamaan besar yang terlalaikan olehmu yaitu bahwa Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, amal apa yang paling mulia? Beliau berkata: “Shalat pada waktunya”, aku berkata: “Kemudian apa, wahai Rasulullah?” Beliau berkata: “Berbakti kepada kedua orang tua”, dan aku berkata: “Kemudian, wahai Rasulullah!” Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah”, lalu beliau diam. Sekiranya aku bertanya lagi, niscaya beliau akan menjawabnya. (Muttafaqun ‘alaih)

Wahai anakku!! Ini aku, pahalamu, tanpa engkau bersusah payah untuk memerdekakan budak atau berletih dalam berinfak. Pernahkah engkau mendengar cerita seorang ayah yang telah meninggalkan keluarga dan anak-anaknya dan berangkat jauh dari negerinya untuk mencari tambang emas?! Setelah tiga puluh tahun dalam perantauan, kiranya yang ia bawa pulang hanya tangan hampa dan kegagalan. Dia telah gagal dalam usahanya. Setibanya di rumah, orang tersebut tidak lagi melihat gubuk reotnya, tetapi yang dilihatnya adalah sebuah perusahaan tambang emas yang besar. Berletih mencari emas di negeri orang kiranya, di sebelah gubuk reotnya orang mendirikan tambang emas.

Begitulah perumpamaanmu dengan kebaikan. Engkau berletih mencari pahala, engkau telah beramal banyak, tapi engkau telah lupa bahwa di dekatmu ada pahala yang maha besar. Di sampingmu ada orang yang dapat menghalangi atau mempercepat amalmu. Bukankah ridhoku adalah keridhoan Allah ta’ala, dan murkaku adalah kemurkaan-Nya?

Anakku, yang aku cemaskan terhadapmu, yang aku takutkan bahwa jangan-jangan engkaulah yang dimaksudkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya: “Merugilah seseorang, merugilah seseorang, merugilah seseorang”, dikatakan, “Siapa dia,wahai Rasulullah?, “Orang yang mendapatkan kedua ayah ibunya ketika tua, dan tidak memasukkannya ke surga”. (HR. Muslim)

Anakku… Aku tidak akan angkat keluhan ini ke langit dan aku tidak adukan duka ini kepada Allah, karena sekiranya keluhan ini telah membumbung menembus awan, melewati pintu-pintu langit, maka akan menimpamu kebinasaan dan kesengsaraan yang tidak ada obatnya dan tidak ada tabib yang dapat menyembuhkannya. Aku tidak akan melakukannya, Nak! Bagaimana aku akan melakukannya sedangkan engkau adalah jantung hatiku… Bagaimana ibumu inikuat menengadahkan tangannya ke langit sedangkan engkau adalah pelipur laraku. Bagaimana Ibu tega melihatmu merana terkena do’a mustajab, padahal engkau bagiku adalah kebahagiaan hidupku.

Bangunlah Nak! Uban sudah mulai merambat di kepalamu. Akan berlalu masa hingga engkau akan menjadi tua pula, dan al jaza’ min jinsil amal… “Engkau akan memetik sesuai dengan apa yang engkau tanam…” Aku tidak ingin engkau nantinya menulis surat yang sama kepada anak-anakmu, engkau tulis dengan air matamu sebagaimana aku menulisnya dengan air mata itu pula kepadamu.

Wahai anakku, bertaqwalah kepada Allah pada ibumu, peganglah kakinya!! Sesungguhnya surga di kakinya. Basuhlah air matanya, balurlah kesedihannya, kencangkan tulang ringkihnya, dan kokohkan badannya yang telah lapuk.Anakku… Setelah engkau membaca surat ini,terserah padamu! Apakah engkau sadar dan akan kembali atau engkau ingin merobeknya.
Wassalam,
Ibumu

Sumber: Diketik ulang dari buku ‘Kutitip Surat Ini Untukmu’
karya UstadzArmen Halim Naro, Lc rahimahullah

Minggu, 02 Agustus 2009

:*:Untukmu Pendamping Hidupku:*:

Ya untukmu, manusia yang telah ku serahkan semua yang kumiliki untuk bisa berbahagia dengannya di atas ketaatan kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Manusia yang paling tahu semua rahasia hidupku dari rambut sampai ke ujung kaki. Manusia yang aku harap bersamanya menuju surga bergandeng tangan membawa sekeranjang harapan dan cita-cita.


Ya, untukmu, yang selama ini ku kenal orang yang paling pengertian dan pemaaf, selalu menjunjung akhlak mulia. Yang selama ini ku kenal orang yang tidak henti-hentinya menggapai kebahagiaan hidup bersamaku.

Ya, untukmu, orang yang telah berikrar dan berjanji untuk bersama mendayung sampan rumah tangga, sebesar apapun gelombang yang menghadang atau sekuat apapun angin puting beliung yang menerjang….

Kepadamu, kutuliskan di hamparan hatimu yang maha luas tentang cinta dan kasih sayang, cinta yang karenanya diciptakan langit dan bumi, dipancangkan gunung, dan dialirkannya sungai.


Aku bercerita kepadamu tetang cinta yang suci yang tidak tergores oleh maksiat dan tidak raut oleh dosa dan kesalahan. Cinta yang akan meringankan segala beban hidup dan menjadikan duniaku taman bunga yang indah.

Kekasihmu...



Disalin dari buku "Buhul Cinta"
Penulis: Ustadz Armen Halim Naro Rahimahullahu Ta'ala
Penerbit :Pustaka Darul Ilmi

Senin, 27 Juli 2009

.:Bahkan Bidadari pun Cemburu dengan Cinta dan Kesetiaanya:.

Pada dirinya yang mulia sumber teladan bagi setiap manusia yang berusaha menggapai ridha-Nya. Terpesona pada kehidupannya yang tak akan pernah habis dan puas di reguk oleh hamba-hambaNya yang merindukan surga-Nya.Sampai masalah kehidupan pribadinya pun begitu indah mempesona. Ia memberi teladan bagi para suami tentang arti cinta dan kesetiaan pada pasangannya yang sesungguhnya. Cinta itu tak kan pernah lekang oleh ruang dan waktu yang di lewati manusia. Walau sang belahan jiwa tercinta telah keharibaan-Nya. Tapi cinta itu tetap membara di dalam dadanya yang suci dan mulia. Bila ia teringat pada sang kekasihnya tercinta yang telah tiada, bibirnya yang mulia tak kan jemu senantiasa menyebut namanya ,memujinya dan memintakan ampunan untuknya. Adakah para suami berhasrat untuk meneladani cinta dan kesetiaannya?

Duhai, para suami,…junjunganmu memberikan contoh yang sangat istimewa dan mulia. Tentang kisah cinta dan kesetiaannya yang telah di saksikan oleh istri-istrinya yang lain dan para sahabatnya yang mulia. Generasi seterusnya dan para ulamapun membukukannya dalam tulisan mereka. Sehingga kisah ini bukanlah dongengan ataupun khayalan semata. Akan tetapi ia nyata adanya dan bagi orang yang ingin menirunya tentu pahala menantinya. Tidakkah hatimu tergerak untuk mewujudkannya?

Rasulmu tercinta yang amat sangat mencintai umatnya adalah sangat menghargai jasa istrinya. Bukti penghargaan beliau ini di wujudkan dengan tidak menikahnya beliau dengan wanita lain ketika Khadijah radiyallahu anha masih hidup mendampinginya. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari jalan Az-Zuhri dari Urwah radiyallahu anhu bahwa Aisyah radiyallahu anha berkata:


“Nabi Shalallahu alaihi wassalam tidak menikahi wanita lain sampai khadijah wafat”

Hal ini tidak di perselisihkan di kalangan ahli ilmu dan sejarawan yang menunjukkan betapa agungnya kedudukan khadijah radiyallahu anha dalam hati beliau, tidakkah engkau memikirkannya?

Wahai para istri,…mengapa sangat agung kedudukan Khadijah radiyallahu anha dalam hati beliau shalallahu alaihi wassalam?Karena beliau memberikan pengorbanan dan jasa yang sangat besar dalamke hidupan suaminya tercinta.Beliau tak kenal lelah dan letih begitu setia mendampingi Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dalam berdakwah mengenalkan islam pada masyarakat Quraisy waktu itu, sehingga sang suami mendapat berbagai cobaan, ujian dan kesulitan dalam hidupnya. Ia korbankan harta bendanya untuk sang suami tercinta di jalan dakwahnya, memberikan dukungan, ketenangan dan kasih sayang yang melimpah ruah dalam rumah tangganya.Mendidik anak-anak beliau sehingga menjadi penyejuk mata bagi keduanya.Inilah sosok istri teladan yang patut bagi setiap muslimah untuk mencontohnya dan mempersembahkannya untuk suami tercinta sehingga rumah tangga setiap muslim menjadi kokoh dan kuat bangunannya.Wajarlah bila Allah Azza wa jalla memberikan kabar gembira atas jasa-jasa beliau ini berupa istana di surga.Dari Abu Hurairah radiyallahu anhu bahwa suatu ketika malaikat Jibril mendatangi Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dia berkata :

”Wahai Rasulullah, itu Khadijah telah datang membawa makanan atau minuman. Kalau sudah tiba, sampaikan salam kepadanya dari Allah dan dariku, dan berilah kabar gembira bahwa telah di sediakan untuknya sebuah istana di surga yang terbuat dari intan permata dan di istana tersebut tidak ada keributan maupun keletihan”

Selain itu atas jasa besar Khadijah radiyallahu anha yang sangat tulus dalam memperjuangkan islam akhirnya beliaupun berhak menyandang gelar sebagai wanita yang terbaik pada umat ini. Dari Ali bin Abu Thalib Radiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shalalahu alaihi wassalam bersabda:

“Wanita mereka yang terbaik adalah Maryam (yakni kepada umat yang didalamnya terdapat Maryam)dan wanita umat ini yang terbaik adalah Khadijah “

Bukankah Allah sangat cepat hisabnya wahai saudariku,…Tidaklah Ia membalas kebaikan melainkan dengan kebaikan bahkan yang berlipat ganda,tidakkah kita ingin meraihnya?

Untuk para suami yang berusaha membahagiakan sang istri tercinta,…walau Khadijah radiyallahu anha telah tiada penghormatan beliau padanya tetap seperti di masa hidupnya . Beliau senantiasa memberikan hadiah pada kerabat dan kawan-kawan istrinya sebagai bukti nyata cinta beliau bukan hanya isapan jempol belaka.Sehingga perbuatan beliau ini membuat Aisyah radiyallahu anha sangat cemburu, Aisyah berkata :

“Aku tidak pernah cemburu kepada satupun diantara istri-istri Rasulullah shalallahu alaihi wassalam seperti cemburuku kepada Khadijah. Aku tidak melihatnya, akan tetapi Rasulullah sering menyebut namanya. Terkadang beliau menyembelih kambing, lalu memotong-motongnya, kemudian membagi-bagikannya kepada kawan-kawan Khadijah.Pernah aku berkata pada beliau, ‘Seolah-olah tidak ada perempuan lain di dunia ini selain Khadijah?” Beliau menjawab : “Dia dulu begini dan begitu. Dan darinya pula aku punya anak”

Tentang perkataan Aisyah”…akan tetapi Rasulullah sering sekali menyebut namanya” Ibnu Hajar berkata bahwan dalam riwayat Abdullah al-Bahiyy dari Aisyah sebagaimana di sebutkan dalam Kitab Ath-Thabrani “beliau menyebut nama Khadijah, tidak bosan-bosan memujinya dan beristighfar untuknya”

Tentang perkataan Rasulullah Shalalahu alaihi wassalam : “Dia dahulu begini dan begitu” Ibnu Hajar berkata bahwa maksudnya dia adalah wanita mulia, cerdas dan sejenisnya

Dalam kitab Al-Musnad Imam Ahmad menyebutkan riwayat Masruq dari Aisyah bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam bersabda:

“Dia beriman kepadaku ketika orang-orang ingkar, membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku, membantuku dengan hartanya ketika orang-orang tidak mau memberi bantuan, dan Allah Subhanahu wa ta’ala memberiku anak darinya ketika Dia tidak memberiku anak dari wanita lain”

Imam Nawawi berkata : “Hadits-hadits ini merupakan dalil kesetiaan, penjagaan cinta kasih, dan penghormatan kepada pasangan hidupnya baik semasa hidup maupun setelah mati, serta penghormatan kepada para kenalan teman hidup tersebut”.

Jasa istrinya selalu beliau kenang sepanjang masa, sepanjang perjalanan hidupnya. Beliau begitu setia, santun, memiliki pergaulan yang baik dengan istrinya, menjaga kehormatan hidup istrinya baik di saat hidup maupun setelah tiada serta memuliakan kerabat dan teman-temannya.Cintanya tak pernah lekang di makan usia bahkan beliau tetap setia mencintainya ,senantiasa menyebut namanya. Betapa indahnya!

Aisyah berkata bahwa Haalah binti Khuwailid saudara perempuan Khadijah meminta izin bertemu Rasulullah Shalallahu alihi wassalam. Saat itu beliau teringat akan cara minta izinnya Khadijah yaitu cara minta ijin Haalah yang mirip dengan Khadijah. Beliaupun terkenang dan terkejut dengan berkata “ Ya, Allah itu Haalah!” Aisyah yang melihat sikap beliau ini menjadi sangat cemburu. Aku berkata pada beliau :”Untuk apa engkau mengingat-ingat perempuan tua yang sudah tanggal giginya (ompong) dan sudah lama mati, padahal Allah telah memberimu ganti yang lebih baik darinya”

Tidakkah engkau melihat kecemburuan Aisyah? Cemburu pada wanita yang telah tiada? Rasulullah tidak pernah melupakannya, melupakan gerak-gerik istrinya di masa hidupnya semua terekam indah dalam ingatan beliau. Hingga Aisyahpun tak kuasa menahan kecemburuannya.Adakah yang mau merenungkannya?

Pada Rasulullah suri tauladan yang menawan, semoga dengan membaca kisah cinta dan kesetiaannya hatimu akan tertawan. Alangkah indah dan manisnya hidup dalam cinta dan kesetiaan.Sehingga tenanglah hati para istri mengarungi biduk rumah tangga yang penuh onak dan duri-duri kehidupan. Islamlah solusi kehidupan bagi para pasangan. Di dalamnya akan kita dapati jalan keluar yang kita butuhkan. Wahai para suami,…apalagi yang engkau pikirkan? Jika manusia yang paling mulia di atas bumi ini telah mengajarkanmu arti cinta dan kesetiaan. Tidakkah ingin engkau persembahkan kepada pasangan hidupmu yang telah Allah halalkan? Dan tentu para istripun akan menambah pengabdian dan ketaatan mereka padamu karena inilah yang mereka harapkan! Wallahu ‘alam bish-shawwab.

Artikel ini telah di muraja’ah oleh : Ustadz Khalid Samhudi Lc.
Dicopy dari: Jilbab Online